Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Hadirin yang saya hormati,
Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya berbicara tentang pesantren sebagai transformator nilai budaya bangsa. Manusia adalah mahluk yang yang multi dimensi, keberadannya merupakan mahluk Tuhan yang memiliki dimensi spiritual, sosial, individual, sekaligus kultural. Dalam setiap dimensi kehidupannya manusia memilki nilai yang ia anut dan yakini kebenarannya.
Fraenkel (1977:10) mengemukakan bahwa nilai (value) merupakan wujud dari aspek afektif (affective domain) serta berada dalam diri seseorang, dan secara utuh dan bulat merupakan suatu sistem, dimana bermacam nilai (nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi, hukum, estetis, etik, dan lain-lain) berpadu jalin menjalin serta saling meradiasi (mempengaruhi secara kuat) sebagai suatu kesatuan yang utuh. Sistem nilai ini sangat dominan menentukan perilaku dan kepribadian seseorang. Selaras dengan itu, Djahiri (1985:18) mengemukakan bahwa nilai sangat berpengaruh karena merupakan pegangan emosional seseorang (values are powerful emotional commitment).
Nilai berkaitan erat dengan kehidupan manusia, keberadaannya sering kali bersandingan dengan norma, sikap, dan keyakinan., Dalam teori sosial budaya dikatakan bahwa nilai-nilai yang dianut oleh seseorang atau masyarakat akan termanifestasi dalam bentuk sikap dan perilaku. Maka dari itu nilai bagi manusia adalah wujud afektif yang memungkinkan pemiliknya untuk bertindak berdasar nilai yang dimilikinya. Berbicara mengenai nilai tentunya tidak lepas dari konsep budaya yang menurut Brown mengarah pada sebuah kumpulan nilai, sikap, kepercayaan dan norma-norma bersama, beberapa darinya ada yang eksplisit dan ada yang implisit. Kumpulan nilai, sikap, dan kepercayaan berkembang menjadi sebuah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat disinyalir lebih efektif dalam mengatur tingah laku manusia dibandingkan dengan formula atau aturan yang digelontorkan pemerintah, maka dari itu tak heran jika pancasila sebagai pedoman bangsa berakar dari budaya asli indonesia.
Melihat konteks budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia, tentunya dapat dikatakan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang berpotensial untuk menjadikan perilaku warganya bermoral dan berkarakter sebagai aset kemajuan bangsa, mengingat nilai secara mendalam berorientasi pada moral (Brown : 1998). Nilai yang merupakan salah satu unsur kebudayaan dikatakan brown berkaitan secara mendalam dengan moral, kode-kode susila, dan menentukan pikiran orang tentang apa yang semestinya dilakukan.
Hadirin yang berbahagia
Eksistensi budaya dalam memajukan bangsa adalah hal yang esensial dalam membentuk manusia yang bermoral dan berkarakter, namun permasalahan yang menggejala pada abad ini adalah kecenderungan munculnya fenomena ‘’manusia lupa budaya’’ atau krisis identitas dalam gempuran arus globalisasi. Globalisasi sebagai salah satu kemajuan manusia abad 21 mengaburkan batas-batasbudaya yang dimiliki setiap negara sehingga trasformasi nilai budaya bangsa dihadapkan pada kondisi dilematik dimana sebagian besar generasi muda sebagai pewaris budaya bangsa lebih mengekor pada budaya bangsa lain. Fenomena ini berimplikasi pada tergerusnya nilai-nilai budaya bangsa.
Adapun nilai-nilai budaya bangsa indonesia terkristalisasi dari nilai Pancasila yang mencakup; kebersamaan, persatuan dan kesatuan, toleransi, musyawarah mufakat, empati, cinta tanah air, dan gotong royong. Transformasi nilai budaya bangsa sangat diperlukan demi terciptanya generasi muda yang sadar akan identitas dirinya, namun permasalahan yang kerap kali muncul adalah berkenaan dengan media apa yang secara efektif mampu menjadi transformator nilai budaya bangsa.
Permasalahan tersebut sampai sekarang menjadi sebuah permasalahan universal yang menghinggapi berbagai pelaku pendidikan, mengingat salah satu fungsi pendidikan adalah enkulturasi atau pembudayaan peserta didik. Berkaitan dengan fenomena tersebut, pesantren sebagai lembaga pendidikan, disebut-sebut oleh C. Geertz sebagaisub kultur masyarakat indonesia. Keberadaanya sebagai bagian dari budaya bangsa ternyata diyakini sebagai potret konsistensi budaya di tengah arus modernitas.
Pesantren merupakan lembaga berbasis sosial yang keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Secara umum pesantren hidup dari, oleh dan untuk masyarakat, sehingga dalam proses nya kehidupan pesantren berprinsip pada nilai agama tanpa menyampingkan kebudayaan masyarakat. Kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan ”pe” dan akhiran ”an” berarti tempat tinggal para santri.
Hadirin yang saya hormati,
Pada kesempatan kali ini izinkanlah saya berbicara tentang pesantren sebagai transformator nilai budaya bangsa. Manusia adalah mahluk yang yang multi dimensi, keberadannya merupakan mahluk Tuhan yang memiliki dimensi spiritual, sosial, individual, sekaligus kultural. Dalam setiap dimensi kehidupannya manusia memilki nilai yang ia anut dan yakini kebenarannya.
Fraenkel (1977:10) mengemukakan bahwa nilai (value) merupakan wujud dari aspek afektif (affective domain) serta berada dalam diri seseorang, dan secara utuh dan bulat merupakan suatu sistem, dimana bermacam nilai (nilai keagamaan, sosial budaya, ekonomi, hukum, estetis, etik, dan lain-lain) berpadu jalin menjalin serta saling meradiasi (mempengaruhi secara kuat) sebagai suatu kesatuan yang utuh. Sistem nilai ini sangat dominan menentukan perilaku dan kepribadian seseorang. Selaras dengan itu, Djahiri (1985:18) mengemukakan bahwa nilai sangat berpengaruh karena merupakan pegangan emosional seseorang (values are powerful emotional commitment).
Nilai berkaitan erat dengan kehidupan manusia, keberadaannya sering kali bersandingan dengan norma, sikap, dan keyakinan., Dalam teori sosial budaya dikatakan bahwa nilai-nilai yang dianut oleh seseorang atau masyarakat akan termanifestasi dalam bentuk sikap dan perilaku. Maka dari itu nilai bagi manusia adalah wujud afektif yang memungkinkan pemiliknya untuk bertindak berdasar nilai yang dimilikinya. Berbicara mengenai nilai tentunya tidak lepas dari konsep budaya yang menurut Brown mengarah pada sebuah kumpulan nilai, sikap, kepercayaan dan norma-norma bersama, beberapa darinya ada yang eksplisit dan ada yang implisit. Kumpulan nilai, sikap, dan kepercayaan berkembang menjadi sebuah kebudayaan yang dianut oleh masyarakat.
Kebudayaan yang berkembang dalam masyarakat disinyalir lebih efektif dalam mengatur tingah laku manusia dibandingkan dengan formula atau aturan yang digelontorkan pemerintah, maka dari itu tak heran jika pancasila sebagai pedoman bangsa berakar dari budaya asli indonesia.
Melihat konteks budaya yang dimiliki oleh bangsa indonesia, tentunya dapat dikatakan bahwa bangsa indonesia adalah bangsa yang berpotensial untuk menjadikan perilaku warganya bermoral dan berkarakter sebagai aset kemajuan bangsa, mengingat nilai secara mendalam berorientasi pada moral (Brown : 1998). Nilai yang merupakan salah satu unsur kebudayaan dikatakan brown berkaitan secara mendalam dengan moral, kode-kode susila, dan menentukan pikiran orang tentang apa yang semestinya dilakukan.
Hadirin yang berbahagia
Eksistensi budaya dalam memajukan bangsa adalah hal yang esensial dalam membentuk manusia yang bermoral dan berkarakter, namun permasalahan yang menggejala pada abad ini adalah kecenderungan munculnya fenomena ‘’manusia lupa budaya’’ atau krisis identitas dalam gempuran arus globalisasi. Globalisasi sebagai salah satu kemajuan manusia abad 21 mengaburkan batas-batasbudaya yang dimiliki setiap negara sehingga trasformasi nilai budaya bangsa dihadapkan pada kondisi dilematik dimana sebagian besar generasi muda sebagai pewaris budaya bangsa lebih mengekor pada budaya bangsa lain. Fenomena ini berimplikasi pada tergerusnya nilai-nilai budaya bangsa.
Adapun nilai-nilai budaya bangsa indonesia terkristalisasi dari nilai Pancasila yang mencakup; kebersamaan, persatuan dan kesatuan, toleransi, musyawarah mufakat, empati, cinta tanah air, dan gotong royong. Transformasi nilai budaya bangsa sangat diperlukan demi terciptanya generasi muda yang sadar akan identitas dirinya, namun permasalahan yang kerap kali muncul adalah berkenaan dengan media apa yang secara efektif mampu menjadi transformator nilai budaya bangsa.
Permasalahan tersebut sampai sekarang menjadi sebuah permasalahan universal yang menghinggapi berbagai pelaku pendidikan, mengingat salah satu fungsi pendidikan adalah enkulturasi atau pembudayaan peserta didik. Berkaitan dengan fenomena tersebut, pesantren sebagai lembaga pendidikan, disebut-sebut oleh C. Geertz sebagaisub kultur masyarakat indonesia. Keberadaanya sebagai bagian dari budaya bangsa ternyata diyakini sebagai potret konsistensi budaya di tengah arus modernitas.
Pesantren merupakan lembaga berbasis sosial yang keberadaannya menyatu dengan masyarakat. Secara umum pesantren hidup dari, oleh dan untuk masyarakat, sehingga dalam proses nya kehidupan pesantren berprinsip pada nilai agama tanpa menyampingkan kebudayaan masyarakat. Kata pesantren berasal dari akar kata santri dengan awalan ”pe” dan akhiran ”an” berarti tempat tinggal para santri.
0 komentar:
Posting Komentar